Kamis, 21 Agustus 2008

sambiloto sang antikoksidia

MAKALAH SEMINAR

Judul seminar : Gambaran Diferensial Leukosit Ayam yang Diinfeksi Eimeria tenella setelah Pemberian Sambiloto (Andrographis paniculata Ness) yang Diekstraksi dengan Air dan Dievaporasi
Leucocytes Differentiation in Chickens Infected by Eimeria tenella After Administration of Evaporated Sambiloto (Andrographis paniculata Ness) Extracted Using Water and Evaporated
Penyaji : Prapatantio Teteg Pringgodigdoyo
NRP : B04104123
Pembimbing : Dr. drh. Hj. Umi Cahyaningsih, MS.
Dr. drh. Aryani Sismin Satyaningtijas, M.Sc.
Hari/Tanggal : Jumat / 8 Agustus 2008
Waktu : 09.00-10.00 WIB

ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran differensial leukosit ayam yang diinfeksi Eimeria tenella setelah pemberian sambiloto (Andrographis paniculata Ness) yang diekstraksi dengan air dan dievaporasi. Penelitian ini menggunakan 20 ekor ayam pedaging yang dibagi menjadi 4 kelompok perlakuan masing-masing 5 ekor, yaitu kelompok KN (kontrol negatif: kelompok perlakuan yang tidak diinfeksi dan tidak diberikan obat sulfakloropirazin maupun ekstrak sambiloto), KP (kontrol positif: kelompok ayam yang diinfeksi ookista E. tenella dan tidak diberikan obat sulfakloropirazin maupun ekstrak sambiloto), KO (kontrol obat: kelompok ayam yang diinfeksi ookista E. tenella dan diberikan obat sulfakloropirazin), dan SBE (sambiloto evaporasi: kelompok ayam yang diinfeksi ookista E. tenella serta diberikan sambiloto yang diekstraksi dengan air dan dievaporasi). Pada hari ke-0 (sebelum infeksi E. tenella) dan ke-2, 5, 7, 10, 14 (setelah diinfeksi) dilakukan pengambilan darah untuk pembuatan preparat ulas darah dengan pewarnaan Giemsa, kemudian dilakukan pemeriksaan di bawah mikroskop dengan perbesaran 100x menggunakan minyak emersi. Di dalam satu preparat dihitung 100 sel leukosit dan didiferensiasikan ke dalam limfosit, monosit, heterofil, eosinofil, dan basofil.
Secara umum, rata-rata persentase heterofil, eosinofil, basofil, dan monosit pada semua perlakuan tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata (p>0.05). Rata–rata persentase heterofil kelompok SBE mengalami peningkatan pada hari ke-2, 5, dan 14. Rata–rata persentase eosinofil kelompok KO dan KP mengalami penurunan dari hari ke-2 sampai hari ke-14, sedangkan kelompok SBE mengalami penurunan dari hari ke-2 sampai hari ke-10 kemudian meningkat pada hari ke-14. Rata-rata persentase basofil dan monosit kelompok SBE mengalami penurunan sampai hari ke-14. Rata–rata persentase limfosit kelompok SBE pada hari ke-2 nyata lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok KP (p<0.05). Berdasarkan gambaran sel darah putih kelompok SBE, sambiloto efektif digunakan sebagai koksidiostat.
Kata kunci: ayam pedaging, Eimeria tenella, ekstrak sambiloto, sel darah putih
ABSTRACT
This research was conducted to know the leucocytes differentiation in chickens that were infected by Eimeria tenella after administration evaporated sambiloto (Andrographis paniculata Ness) which were extracted using water and evaporated. This research used twenty male broilers which were devided into 4 groups (5 chicken each group), i.e. positive control (KP), negative control (KN), drug control (sulfachloropyrazine), and group treated with evaporated sambiloto (Andrographis paniculata Ness) extract (SBE). The blood was collected at day 0 (before E. tenella infection), and day 2, 5, 7, 10, 14 (after infection) for blood films which were stained with Giemsa. One hundred cells of leucocytes were differentiated into lymphocytes, monocytes, heterophils, eosinophils, and basophils.
The percentage mean of monocytes, heterophils, eosinophils, and basophils were not significantly different among all treatments (p<0.05). The percentage mean of heterophils on the SBE group increased at day 2, 5, and 14. The percentage mean of eosinophils on the KP and KO group decreased from day 2 until day 14, nevertheless the SBE group decreased from day 2 until day 10 and then increased at day 14. The percentage mean of basophils and monocytes on the SBE group decreased from day 2 until day 14. The percentage mean of lymphocytes on the SBE group at day 2 was significantly higher than the KP group (p<0.05). The results showed that sambiloto (Andrographis paniculata Ness) is effective as coccidiostat.
Keywords: broiler chickens, Eimeria tenella, sambiloto extract, leucocytes


PENDAHULUAN

Latar Belakang
Koksidiosis atau berak darah adalah penyakit parasit yang disebabkan oleh mikroorganisme bersel satu yang tergolong kedalam filum protozoa (Ashadi & Partosoedjono 1992). Berdasarkan penelitian Ashadi dan Tampubolon (1980) pada ayam petelur, koksidiosis menyebabkan mortalitas sebesar 74.5%, masa bertelur terlambat sampai dengan 5 minggu, dan jumlah produksi telur selama satu tahun berkurang lebih kurang 17.74%. Pada ayam pedaging, koksidiosis menyebabkan mortalitas sebesar 74% dan penurunan berat badan. Di dunia, koksidiosis menimbulkan kerugian ekonomi yang paling besar apabila dibandingkan dengan penyakit ayam yang lain dan diperkirakan mencapai US $ 800 juta/tahun (Allen & Fetterer 2002).
Koksidiosis pada ayam didapat dalam dua bentuk, yaitu koksidiosis sekum (Eimeria tenella) dan koksidiosis usus (Eimeria necatrix, E. brunetti, E. maxima, E. acervulina, E. praecox, E. mitis, E. hagani, dan E. mivati) (Ashadi & Partosoedjono 1992). Menurut Levine (1985), E. tenella adalah coccidia yang paling patogen pada ayam karena dapat menyebabkan disentri dan kematian unggas muda. Pengobatan yang dilakukan untuk mencegah koksidiosis adalah pemberian preparat koksidiostat. Koksidiostat adalah obat yang bekerja menghentikan perkembangbiakan coccidia. Beberapa koksidiostat yang sering digunakan antara lain amprolium, biquinolate, decoquinate, clopidol, monensin, robenidine, zolidone, nicarbazin, furazolidone, methylbenzoquat, lasalocid, salinomycin, dan sulfaquinoxalin (Soulsby 1986). Apabila penggunaan koksidiostat tidak sesuai dengan aturan dan digunakan secara terus menerus dalam jangka waktu lama, maka akan menimbulkan resistensi E. tenella (Harismah 2006), tanda-tanda keracunan, penghambatan pertumbuhan, dan residu pada ayam (Allen & Fetterer 2002).
Pada saat ini, pengobatan dengan herbal menjadi pilihan untuk mengobati koksidiosis karena tidak meninggalkan residu pada daging dan telur. Tanaman obat yang banyak digunakan sebagai obat alternatif adalah meniran, kunyit, mengkudu dan sambiloto (Andrographis Paniculata Ness). Dari sembilan kandungan senyawa kimia sambiloto, isolat andrografolida adalah kandungan zat kimia yang paling utama dan banyak diteliti (Astuti et al. 2008). Pada umumnya, zat aktif andrografolida yang terkandung di sambiloto memberikan efek imunostimulan dan antibakteri (Bone 2001). Pengembangan tanaman sambiloto sebagai obat koksidiosis perlu dilakukan untuk mendapatkan koksidiostat yang tidak menimbulkan efek resistensi, tidak meninggalkan residu, ekonomis, dan aman bagi kesehatan ternak dan manusia yang mengkonsumsi produk asal unggas (Sismanto 2007).
Leukosit atau sel darah putih yang terdiferensiasi menjadi heterofil, eosinofil, limfosit, makrofag, dan basofil berfungsi mengenali dan melawan mikroorganisme pada reaksi imun dan membantu proses peradangan dan penyembuhan (Corwin 2000). Melalui pemeriksaan persentase rata-rata jumlah sel darah putih, dapat diketahui, dan dievaluasi tingkat keefektifan pemberian sambiloto dalam mengeliminasi antigen dan mempertahankan fisiologis tubuh dari ayam yang sudah diinfeksi coccidia. Persentase masing-masing jenis sel darah putih akan berubah sesuai dengan fungsinya masing-masing, untuk melawan infeksi dan investasi mikroorganisme (Ganong 1995).

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran persentase jenis sel darah putih ayam, yang meliputi heterofil, eosinofil, basofil, limfosit dan monosit, yang diinfeksi Eimeria tenella dan diberi sambiloto (Andrographis paniculata Ness) yang diekstraksi dengan air dan dievaporasi.

Manfaat
Dalam penelitian ini, diharapkan dapat mengetahui efektivitas sambiloto (Andrographis paniculata Ness) yang diekstraksi dengan air dan dievaporasi sebagai salah satu alternatif pengobatan koksidiosis.


METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Protozoologi dan Laboratorium Fisiologi, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Penelitian berlangsung mulai bulan Februari sampai April 2007.

Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan untuk penelitian ini adalah kandang ayam yang berukuran 20 m2, label sayap ayam, tempat makan, tempat minum, sekam, lampu 100 Watt, timbangan, syringe 1ml, baskom, saringan, evaporator, gelas piala, kaca preparat, mikroskop, leucocytes counter, kapas, cawan pewarnaan, timer dan kamera digital kodak.
Bahan-bahan yang digunakan di penelitian ini adalah ayam broiler yang berumur 2 minggu sebanyak 20 ekor, ookista Eimeria tenella dengan dosis 1 x 104 ookista per ekor, sulfakloropirazin (koksidiostat), sambiloto kering 1 kg, air, minyak emersi, alkohol 70%, akuades, Giemsa, metilalkohol dan xylol

Pembuatan Ekstrak Air Sambiloto yang Dievaporasi
Serbuk sambiloto direndam di dalam air selama 24 jam, setelah itu disaring untuk memisahkan endapan (serbuk) dan filtrat. Perendaman dan penyaringan dilakukan sebanyak tiga kali. Filtrat hasil saringan dievaporasi untuk menguapkan akuadesnya, sehingga diperoleh filtrat yang pekat. Hasil ekstrak yang dievaporasi didapatkan sebesar 14%.

Perlakuan Ayam
Penelitian ini menggunakan ayam pedaging umur 1 hari yang dipelihara sampai dengan umur 2 minggu sebanyak 20 ekor, yang akan dibagi menjadi 4 kelompok (masing-masing kelompok 5 ekor), yaitu:
a Kontrol negatif (KN): kelompok ayam yang tidak diinfeksi ookista E. tenella dan tidak diberikan obat sulfakloropirazin maupun ekstrak sambiloto.
b Kontrol positif (KP): kelompok ayam yang diinfeksi ookista E. tenella dan tidak diberikan obat sulfakloropirazin maupun ekstrak sambiloto.
c Kontrol obat (KO): kelompok ayam yang diinfeksi ookista E. tenella dan diberikan obat sulfakloropirazin.
d Sambiloto evaporasi (SBE): kelompok ayam yang diinfeksi ookista E. tenella dan diberi sambiloto yang diekstraksi dengan air dan dievaporasi.
Setelah berumur 2 minggu, kelompok ayam akan diberikan perlakuan berupa infeksi E. tenella melalui pemberian ookista peroral dengan dosis 1 x 104 ookista per ekor. Sambiloto dan sulfakloropirazin diberikan 2 jam setelah infeksi. Pemberian pakan dilakukan sebanyak dua kali sehari. Air minum diberikan ad libitum. Tempat makan dan air minum dibersihkan setiap hari.

Pembuatan Preparat Ulas Darah Ayam
Pengambilan darah dilakukan pada semua kelompok, sebelum (hari ke-0) dan setelah diinfeksi E. tenella (hari ke-2, 5, 7, 10, dan 14). Setiap kelompok perlakuan diambil sampel darahnya dari 5 ekor ayam, lalu diberikan pewarnaan Giemsa. Pemeriksaan dan penghitungan sel-sel darah putih dalam preparat ulas darah dilakukan dengan menggunakan mikroskop. Pemeriksaan dimulai dengan perbesaran 100x untuk mengorientasi dan memilih daerah ulasan yang baik untuk pengamatan. Untuk mengamati dan mengidentifikasi jenis-jenis sel darah putih (basofil, eosinofil, monosit, heterofil dan limfosit), dilakukan dengan menggunakan perbesaran 1000x dengan bantuan minyak emersi (Brown 1980).

Pengolahan Data
Jumlah sel-sel darah putih yang sudah didapat, dianalisis dengan mengunakan analysis of variance (ANOVA) yang dilanjutkan dengan Duncan’s multiple range test (Mattjik & Sumertajaya 1999).



HASIL DAN PEMBAHASAN

Heterofil
Secara umum rata-rata persentase heterofil pada semua kelompok perlakuan menunjukkan fluktuasi dengan hasil yang tidak berbeda nyata (p>0.05), dengan jumlah persentase normal 20.9 % (Sturkie 1975). Heterofil berguna dalam mencari, mencerna, dan mengeliminasi benda asing, serta sebagai garis pertahanan pertama (Ganong 1995).

Tabel 1 Persentase rata-rata heterofil ayam yang diinfeksi E. tenella dan diberi sambiloto yang diekstraksi dengan air dan dievaporasi.
Perlakuan Persentase heterofil (hari setelah infeksi)
0 2 5 7 10 14
KN 20.67±3.05a 18.40±6.54a 21.20±15.45a 13.40±5.03a 17.20±3.70a 20.00±9.80a
KP 25.33±6.81a 32.80±11.82a 30.80±13.97a 18.40±4.72a 18.80±6.34a 28.60±6.18a
KO 16.33±2.89a 24.60±11.55a 14.60 ±3.91a 20.00±3.67a 19.60±3.65a 20.60±5.86a
SBE 16.00±6.00a 19.17 ±4.97a 29.40 ±9.07a 20.75±6.45a 20.60±5.55a 33.60±10.74a
Keterangan: huruf superskrip yang sama di belakang nilai rata-rata menyatakan tidak berbeda nyata pada taraf (p>0.05)
KN: kontrol negatif, KP: kontrol positif, KO: kontrol obat, SBE: pemberian ekstrak sambiloto

Pada hari ke-2, terjadi peningkatan jumlah heterofil pada kelompok KP, KO dan SBE, karena sporozoit akan berkembang menjadi skizon generasi pertama (Levine 1985), sehingga merangsang heterofil, sebagai garis pertahanan pertama, untuk mengeliminasi sporozoit tersebut. Apabila dibandingkan dengan kelompok KO, jumlah heterofil kelompok SBE lebih rendah serta mendekati jumlah heterofil kelompok KN. Hal ini diduga karena efek antiradang zat flavonoid pada sambiloto (Prapanza & Lukito 2003 dan Yi-Feng Xia et al. 2004) yang menyebabkan penghambatan pembentukan media peradangan, seperti prostaglandin dan leukotrien (Ganong 1995), sehingga heterofil tidak banyak bermigrasi ke daerah yang mengalami peradangan. Flavonoid juga memiliki efek antimikroorganisme (Nurachman 2008), sehingga diduga dapat mengeliminasi E. tenella yang menginfeksi sekum.
Pada hari ke-5, kelompok SBE mengalami peningkatan heterofil, yang diduga disebabkan oleh perkembangan skizon generasi kedua yang menjadi merozoit generasi kedua. Merozoit yang telah dihasilkan akan mengakibatkan kerusakan mukosa usus (Levine 1985). Kelompok KP mengalami penurunan heterofil apabila dibandingkan dengan hari ke-2, tetapi memiliki jumlah paling tinggi dibandingkan dengan kelompok lain.
Pada hari ke-7, heterofil kelompok SBE cenderung sama dengan KO. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian obat dan ekstrak sambiloto memberikan efek yang sama. Pada hari ke-7 dan 10, kelompok KP dan SBE mengalami penurunan heterofil apabila dibandingkan dengan hari ke-5, diduga karena lama waktu sirkulasi heterofil di peredaran darah hanya 12 jam yang terdeteksi pada hari ke-5, selanjutnya dapat bertahan selama beberapa hari di jaringan yang diduga terjadi pada hari ke-7 dan 10 (Tizard 1988).
Pada hari ke-10 dan 14, jumlah heterofil kelompok SBE lebih tinggi dibandingkan kelompok lain. Hal ini diduga karena efek imunostimulan dari zat andrographolid yang terkandung didalam ekstrak sambiloto (Astuti 2008). Selain itu, diduga kembali terjadi peningkatan jumlah E. tenella di sekum.

Eosinofil
Secara umum rata-rata persentase eosinofil pada semua kelompok perlakuan menunjukkan fluktuasi dengan hasil yang tidak berbeda nyata (p>0.05). Eosinofil muncul di tempat-tempat respon alergi dan berfungsi protektif dengan mengakhiri respon peradangan. Sel-sel ini juga berperan aktif dalam mengeliminasi infeksi parasit dan memfagositosis sisa-sisa sel dengan tingkat yang lebih rendah daripada heterofil (Corwin 2000), dengan jumlah normal ± 1,9 % (Sturkie 1975).

Tabel 2 Persentase rata-rata eosinofil ayam yang diinfeksi E. tenella dan diberi sambiloto yang diekstraksi dengan air dan dievaporasi.
Perlakuan Persentase eosinofil (hari setelah infeksi)
0 2 5 7 10 14
KN 1.33±0.57bcde 1.40±0.55bcde 1.60±0.55bcde 1.20±0.45bcde 1.80±0.84bcde 2.20±1.01abcd
KP 2.67 ±0.57ab 2.20±0.45abcd 1.40±1.34bcde 1.20±1.01bcde 2.60±1.52abc 1.00±0.71bcde
KO 2.00±1.73abcde 1.80±1.30bcde 1.20±0.45bcde 1.40±0.89bcde 1.60±1.14bcde 1.20±1.64bcde
SBE 1.67±2.08bcde 1.50±1.04bcde 1.40±1.34bcde 0.75±0.50de 0.80±0.84cde 2.00±0.71abcde
Keterangan: huruf superskrip yang sama di belakang nilai rata-rata menyatakan tidak berbeda nyata pada taraf (p>0.05)
KN: kontrol negatif, KP: kontrol positif, KO: kontrol obat, SBE: pemberian ekstrak sambiloto

Pada hari ke-2, kelompok KP, KO dan SBE mengalami kenaikan apabila dibandingkan dengan KN diduga karena sporozoit akan berkembang menjadi skizon generasi pertama (Levine 1985), sehingga merangsang eosinofil untuk memfagositosis sporozoit. Pada hari ke-5, kelompok SBE, KN, dan KO mengalami penurunan, diduga karena ayam mengalami stress akibat koksidiosis, sehingga menyebabkan eosinofilia (Corwin 2000). Pada kelompok SBE, jumlah eosinofil pada hari ke-2 sampai ke-10 lebih rendah apabila dibandingkan dengan kelompok KP. Hal ini diduga karena efek zat flavonoid dan lakton yang terkandung di dalam sambiloto, sehingga dengan adanya bahan-bahan tersebut kemungkinan jumlah eosinofil ke jaringan dapat ditekan, yang berefek pada eosinofil di perifer (sirkulasi). Pada hari ke-14 terjadi kenaikan jumlah eosinofil, diduga karena fungsi eosinofil menurunkan faktor radang yang akan memperparah peradangan di jaringan (Tizard 1988).

Basofil
Secara umum rata-rata persentase basofil pada semua kelompok perlakuan menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (p>0.05), dengan jumlah persentase normal 1% (Cooper 1997). Basofil berfungsi sebagai pelepas histamin di jaringan yang rusak untuk meningkatkan aliran darah yang akan menarik heterofil dan memudahkan perbaikan jaringan (Ganong 1995).



Tabel 3 Persentase rata-rata basofil ayam yang diinfeksi E. tenella dan diberi sambiloto yang diekstraksi dengan air dan dievaporasi
Perlakuan Persentase basofil (hari setelah infeksi)
0 2 5 7 10 14
KN 0.33±0.58a 0.60±0.55a 0.60±0.55a 0.40±0.89a 0.20±0.45a 0.40±0.55a
KP 1.20±0.00a 0.80±0.84a 0.80±0.84a 0.80±0.8 a 0.40±0.5a 0.60±0.55a
KO 0.67±0.5a 0.80±0.45a 0.40±0.55a 0.20±0.45a 0.60±0.55a 0.60±0.89a
SBE 0.67±0.58a 0.50±0.55a 0.4 ±0.45a 0.50±0.58a 0.40±0.55a 0.20±0.45a
Keterangan: huruf superskrip yang sama di belakang nilai rata-rata menyatakan tidak berbeda nyata pada taraf (p>0.05)
KN: kontrol negatif, KP: kontrol positif, KO: kontrol obat, SBE: pemberian ekstrak sambiloto

Pada hari ke-2 dan 7, apabila dibandingkan dengan kelompok KO, jumlah basofil kelompok SBE mendekati jumlah basofil kelompok KN. Hal ini diduga karena efek pemberian ekstrak sambiloto. Pada hari ke-2 sampai ke-14, kelompok SBE mengalami penurunan jumlah basofil apabila dibandingkan dengan hari ke-0, diduga karena efek flavonoid (Yi-Feng Xia et al. 2004). Pada hari ke-2, kelompok KO mengalami kenaikan basofil, diduga karena fungsi basofil sebagai pembangkit perbarahan akut, sehingga meningkatkan jumlah leukosit di daerah yang mengalami peradangan (Tizard 1988) akibat investasi sporozoit E. tenella (Levine 1985). Pada hari ke-7, 10 dan 14 pada kelompok KO dan SBE, memiliki jumlah basofil yang sama-sama mendekati kelompok KN.
Pada hari ke-7, 10 dan 14 kelompok SBE, rata-rata jumlah basofil berkurang secara bertahap. Hal ini diduga karena sel-sel yang dirusak E. tenella telah mengalami perbaikan. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan Levine (1985) bahwa jika ayam dapat hidup pada hari ke-8 sampai ke-9, maka ayam tersebut akan mengalami stadium pemulihan. Selain itu, diduga disebabkan oleh flavonoid yang terkandung diekstrak sambiloto yang memberikan efek antiperadangan (Prapanza & Lukito 2003).

Limfosit
Pada hari ke-7 dan ke-10, persentase jumlah limfosit yang terdapat pada masing-masing kelompok menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (p>0.05) dan berada pada kisaran normal, yaitu 66% (Sturkie 1975). Limfosit berfungsi sebagai penghasil antibodi atau sebagai sel efektor khusus dalam menanggapi antigen yang melekat pada makrofag (Ganong 1995).



Tabel 4 Persentase rata-rata limfosit ayam yang diinfeksi E. tenella dan diberi sambiloto yang diekstraksi dengan air dan dievaporasi
Perlakuan Persentase limfosit (hari setelah infeksi)
0 2 5 7 10 14
KN 71.00±2.65abc 73.60±8.20abc 71.80±15.79abc 78.20±5.97ab 73.20±5.81abc 70.20±14.27abc
KP 66.00±11.53bcd 54.60±15.7d 61.60±15.66cd 71.00±9.14abc 69.80±10.14abc 63.80±7.33bcd
KO 71.33±4.04abc 64.40±14.03bcd 75.80±6.26abc 73.00±2.92abc 71.80±6.42abc 72.00±6.75abc
SBE 75.67±7.50abc 73.50±7.58abc 63.40±11.6bcd 72.00±4.76abc 73.80±5.89abc 59.80±9.01cd
Keterangan: huruf superskrip yang sama di belakang nilai rata-rata menyatakan tidak berbeda nyata pada taraf (p>0.05)
KN: kontrol negatif, KP: kontrol positif, KO: kontrol obat, SBE: pemberian ekstrak sambiloto

Pada hari ke-2 dan 5, kelompok SBE mengalami penurunan jumlah limfosit, diduga karena pada hari tersebut limfosit menuju jaringan usus yang dirusak oleh E. tenella untuk persiapan pembentukan antibodi, yang dibantu oleh makrofag, sehingga tidak terdeteksi ketika dievaluasi melalui pembuluh perifer. Makrofag yang telah memfagositosis E. tenella mempresentasikan sisa bagian E. tenella yang dianggap sebagai antigen pada membran sel makrofag untuk diproses oleh limfosit T dan B sehingga dapat menstimulasi reaksi tanggap kebal melalui antibodi (Tizard 1988). Pada hari ke-2 dan ke-10, apabila dibandingkan dengan kelompok KO, jumlah limfosit kelompok SBE mendekati jumlah limfosit kelompok KN serta lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok KP dan KO. Hal ini juga diduga karena efek imunostimulan zat andrografis pada ekstrak sambiloto memiliki efek lebih baik dibandingkan pemberian obat.
Pada hari ke-5, kelompok KO mengalami peningkatan jumlah limfosit, diduga telah terjadi pembentukan antibodi terhadap E. tenella. Pada hari ke-7 dan ke-10, kelompok SBE mengalami peningkatan limfosit, diduga karena pada hari ke-5 sampai ke-10 pasca-infeksi, limfosit B akan memperbanyak diri dan berdiferensiasi menjadi sel plasma untuk menghasilkan antibodi (Tizard 1988). Pada hari ke-2, 5, 7, dan 14, apabila dibandingkan dengan kelompok KN, jumlah limfosit kelompok SBE mengalami penurunan. Hal ini diduga disebabkan oleh efek antiradang zat flavonoid (Prapanza & Lukito 2003).



Monosit
Secara umum rata-rata persentase monosit pada semua kelompok perlakuan menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (p>0.05), dengan jumlah persentase normal 8.1% (Sturkie 1975). Monosit berfungsi untuk memfagositosis mikroorganisme, runtuhan sel, dan sel yang nekrotik.

Tabel 5 Persentase rata-rata monosit ayam yang diinfeksi E. tenella
Perlakuan Pengamatan (hari setelah infeksi)
0 2 5 7 10 14
KN 6.67±0.58a 6.00±2.45a 4.80±1.92a 6.80±4.32a 7.60±1.82a 7.20±4.82a
KP 5.00±4.58a 9.60±4.10a 5.40±2.30a 8.60±4.16a 8.40±2.61a 6.00±2.12a
KO 9.67±0.58a 8.40±2.07a 8.00±2.45a 5.40±3.65a 6.40±2.30a 5.60±0.89a
SBE 6.00±1.00a 5.33±3.72a 5.40±2.30a 6.00±2.16a 4.40±2.70a 4.40±2.30a
Keterangan: huruf superskrip yang sama di belakang nilai rata-rata menyatakan tidak berbeda nyata pada taraf (p>0.05)
KN: kontrol negatif, KP: kontrol positif, KO: kontrol obat, SBE: pemberian ekstrak sambiloto

Pada hari ke-2 sampai ke-7, apabila dibandingkan dengan kelompok KO, jumlah monosit kelompok SBE juga mendekati jumlah monosit kelompok KN. Pada hari ke-5 dan ke-7, kelompok SBE mengalami peningkatan jumlah monosit, diduga karena pada hari tersebut monosit merespon faktor kemotaktik yang dikeluarkan oleh jaringan yang rusak (Tizard 1988) akibat produksi merozoit generasi kedua yang menyebabkan kerusakan mukosa usus (Levine 1985). Pada hari ke-2, 10, dan 14, jumlah monosit pada SBE sangat rendah apabila dibandingkan dengan jumlah kelompok yang lain.
Pada hari ke-10 dan hari ke-14, rata-rata jumlah persentase monosit pada SBE berangsur-angsur menurun. Hal ini juga diduga disebabkan oleh zat flavonoid yang memberikan efek antiradang (Prapanza & Lukito 2003). Selain itu diduga ayam telah mengalami stadium penyembuhan. Menurut Tizard (1988), gambaran umum dari infeksi protozoa adalah premunisi. Premunisi adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan ketahanan yang hanya efektif apabila parasit tinggal di dalam induk semang dan akan menurun secara cepat bila semua parasit dihilangkan. Efek tanggap kebal yang terbentuk akibat infeksi intestinal coccidian mampu mencegah terjadinya reinfeksi. Tanggap kebal ini bekerja dengan cara menghambat pertumbuhan tropozoit di epitel usus.




KESIMPULAN

Berdasarkan gambaran sel darah putih kelompok SBE, sambiloto efektif digunakan sebagai koksidiostat. Secara umum rata-rata persentase heterofil, eosinofil, basofil, dan monosit menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (p>0.05). Rata-rata persentase heterofil kelompok SBE mengalami peningkatan pada hari ke-2, 5, dan 14. Rata-rata persentase eosinofil kelompok SBE mengalami penurunan dari hari ke-2 sampai dengan hari ke-10, kemudian mengalami peningkatan pada hari ke-14. Rata-rata persentase basofil dan monosit kelompok SBE mengalami penurunan sampai hari ke-14. Rata-rata persentase limfosit kelompok SBE pada hari ke 2 lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok KP (p<0.05).

SARAN

Perlu dilakukan penelitian mengenai efek zat andrografolid murni terhadap gambaran darah ayam pedaging yang diinfeksi E. tenella. Perlu dilakukan penelitian mengenai efek pemberian sambiloto yang diekstraksi dengan air dan dievaporasi terhadap gambaran darah berbagai jenis ayam yang diinfeksi E. tenella.


DAFTAR PUSTAKA

Allen PC, Fetterer RH 2002. Recent advances in biology and immunobiology of Eimeria species and in diagnosis and control of infection with these coccidian parasites of poultry. Journal of Clinical Microbiology, Vol. 15: 58-65
Ashadi G, Tampubolon MP. 1980. Kerugian-kerugian ekonomis sebagai akibat koksidiosis sekum (E. tenella) pada ayam pedaging dan petelur [laporan penelitian]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Ashadi G, Partosoedjono S. 1992. Penuntun Laboratorium Protozoologi 1. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Astuti Y, Saroni AC, Nuratmi B. 2008. Uji toksisitas subkronis dan mutagenik ekstrak sambiloto Andrographis paniculata Ness yang mempunyai efek hipolipidemi (Lanjutan tahun 2). Puslitbang Biomedis dan Farmasi, Badan Litbang Kesehatan. http://www.litbang.depkes.go.id/risbinkes [5 Februari 2008]
Brown BA. 1980. Hematology: Principles and Procedures. 3rd ed. Philadelphia: Lea and Febiger
Bone, K. 2001. Andrographis paniculata. British Journal of Phytotherapy. 2001; Vol 5: 107–113.
Cooper D. 1997. Peripheral blood cells. California: University of California.www.sacs.ucsf.edu [25 Februari 2008]
Corwin JE. 2000. Patofisiologi. Jakarta: EGC
Ganong WF. 1995. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Widjajakusuma MD et al., penerjemah. Jakarta: EGC. Terjemahan dari: Review of Medical Physiology. hlm 351 – 375, 501 – 528
Harismah A. 2006. Pengaruh pemberian ekstrak sambiloto (Andrographis Paniculata Ness) dengan pelarut air dosis bertingkat terhadap jumlah skizon, makrogamet, mikrogamet dan ookista Eimeria tenella pada sekum ayam [skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Levine ND. 1985. Veterinary Protozoology. Ames: Iowa State University Pr.
Mattjik AA, Sumertajaya M. 1999. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS ,SPSS dan Minitab. Bogor: IPB Pr.
Nurachman Z. 2008. Artoindonesianin untuk antitumor. http://www.chem-is-try.org/?sect=artikel [15 Juli 2008]
Prapanza I, Lukito AM. 2003. Khasiat dan Manfaat Sambiloto. Jakarta: Pustaka Agromedia
Sismanto LH. 2007. Diferensial leukosit ayam pedaging setelah pemberian ekstrak sambiloto (Andrographis paniculata Ness) dengan pelarut metanol dosis bertingkat sebelum diinfeksi Eimeria tenella [skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor
Soulsby EJL. 1986. Helminths, Arthropods and Protozoa of Domesticated Animals. London: Bailliere Tindall
Sturkie PD. 1975. Avian Physiology 3rd ed. New York: Springer Verlag
Tizard IR. 1988. Pengantar Imunologi Veteriner. Hardjosworo M, penerjemah. Surabaya: Penerbit Universitas Airlangga. Terjemahan dari: An Introduction to Veterinary Immunology.
Yi-Feng Xia et al. 2004. Andrographolide Attenuates Inflammation by Inhibition of NF-_B Activation through Covalent Modification of Reduced Cysteine 62 of p501. The Journal of Immunology 173: 4207–4217. http://www.jimmunol.org/cgi/content/abstract/173/6/4207 [8 Maret 2008]

Tidak ada komentar: