Senin, 29 Juni 2009

Gagal Jantung Kiri Domba

LAPORAN UJIAN NEKROPSI NON UNGGAS

Tanggal Nekropsi : 29 Mei 2009
Dosen Piket : Drh. Agus Setiyono MS, PhD
Nama Mahasiswa : Prapatantio Teteg Pringgodigdoyo, S.KH
NRP : B04104123
Kelompok : F PPDH II 2008/2009
Nomor Protokol : P/109/09

Signalement :
Jenis hewan : Domba
Ras : Bogor
Nama hewan : Anonim
Tanggal kematian : 25 Mei 2009
Tanggal nekropsi : 29 Mei 2009
Umur : ± 1 bulan
Jenis kelamin : Betina
Warna bulu : Putih
Pembimbing kasus : Drh. Agus Setiyono MS, PhD
Anamnese: Hewan mengalami trauma fisik berupa jatuh ke dalam selokan.

Pada pemeriksaan keadaan umum, domba mengalami dehidrasi dan anemia. Hal tersebut terlihat dari pucatnya konjungktiva mata, telinga, vulva dan anus yang disertai turgor kulit yang jelek. Dehidrasi yang terjadi dapat disebabkan oleh diare yang diderita oleh domba. Pada pemeriksaan kelenjar pertahanan perifer, limfoglandula prescapularis mengalami pembengkakan dan warnanya yang sangat merah. Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi peradangan atau limfadenitis pada daerah sekitar regio scapula. Limfoglandula perifer merupakan kelejar pertahanan tubuh yang bertanggung jawab untuk mengeliminasi mikroorganisme ataupun benda asing yang terdapat disekitarnya. Berdasarkan pemeriksaan limfoglandula perifer, domba mengalami infeksi regional. Domba tidak mengalami infeksi septicemia (sepsis) karena tidak semua limfoglandula perifer mengalami limfadenitis.

Pada pemeriksaan sistem pencernaan, ditemukan gas dan cairan putih pada lambung. Gas yang terbentuk dilambung merupakan hasil produksi metabolisme bakteri. Bakteri yang terdapat pada lambung dapat menyebabkan peradangan yang merusak mukosa lambung. Mukosa lambung yang terinfeksi akan mengadakan pertahanan local yang berupa mobilisasi sel darah putih dan pengaktifan sel goblet untuk menghasilkan eksudat. Gastritis katarhalis merupakan kondisi peradangan pada lambung yang ditandai dengan adanya eksudat yang berbentuk katarhal.

Enteritis katarralis hemorhagika menunjukkan bahwa pada tractus digestivus telah terjadi peradangan karena ditemukan eksudat katarral yang disertai pendarahan. Enteritis katarralis hemorhagika terlihat pada penyakit yang menular oleh infeksi virus, bakteri dan parasit. Hal ini dapat mengakibatkan diare berdarah. Jika diare tidak ditanggulangi secara cepat dapat menimbulkan ketidakseimbangan ion tubuh, sehingga dapat menyebabkan dehidrasi. Dehidrasi dapat dicerminkan dari warna konjungktiva mata, telinga, vulva, anus pucat dan turgor kulit yang jelek.
Pada pemeriksaan sistem sirkulatorius, jantung mengalami double apex. Double apex yang terjadi merupakan akibat dari hipertropi ventrikel kanan dan dilatasi ventrikel kiri. Kondisi patologi tersebut dapat menyebabkan kelemahan jantung. Kelemahan jantung memiliki pengaruh yang jelek terhadap jantung sendiri karena darah yang mengalir ke dalam miokard berkurang. Dalam keadaan lemah ini darah tertimbun di dalam jantung dan mengakibatkan dilatasi jantung. Dilatasi otot jantung adalah kondisi yang terkait dengan otot ventrikel jantung. Pada kondisi ini, otot jantung tidak bekerja secara optimal sehingga terjadi perluasan rongga ventrikel dan penimbunan volume darah yang berlebihan. Lumen ventrikel kanan yang meluas, akan menarik bicuspidalis sangat jauh ke arah luar sehingga katup jantung tidak menutup lubang atrioventrikular secara sempurna. Akibatnya darah mengalir kembali dari venrikel ke atrium melalui katup. Dilatasi otot jantung akan memicu terjadinya Congesti Heart Failure (CHF) dan menurunkan cardiac output. Tekanan hidrostatik yang tinggi akibat adanya kongesti jantung kiri akan menyebabkan kebocoran cairan dari vena pulmonum ke interstitial dan alveolar paru-paru dan memicu terjadinya edema sedangkan kongesti jantung kanan menyebabkan kebocoran vena dari sirkulasi ke dalam paru-paru, ruang peritoneum, jaringan interstitial perifer sehingga memicu terjadinya ascites, hydro thorak dan edema perifer. Penurunan cardiac output akan menyebabkan letharghy, ketidakmampuan melakukan exercise dan prerenal azotemia.
Gangguan yang terjadi pada jantung dapat merangsang ginjal untuk menghasilkan Renin Angiotensin System (RAS). RAS akan merangsang pengeluaran Angiotensin I dan Angiotensin II yang menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah. Akibat dari vasokontriksi pembuluh darah maka tekanan darah akan meningkat sehingga memacu jantung untuk berdenyut lebih cepat. Bila jantung berespon baik maka gangguan pada jantung tersebut akan teratasi. Apabila tekanan darah telah normal maka jantung akan mengirim sinyal kepada ginjal untuk menghentikan produksi tensin. Tetapi jika jantung tidak berespon dengan dikeluarkannya angiotensin oleh ginjal, maka akan memberikan efek negatif pada ginjal. Hal itu terjadi karena RAS akan teraktivasi secara terus menerus. Kondisi ini akan mempersulit kerja jantung, sehingga miokard akan berhipertrophy untuk menjaga aliran darah kembali normal. Kerusakan pada ginjal akan menyebabkan gangguan laju filtrasi ginjal, sehingga dapat menyebabkan kongesti ginjal. Secara patologi anatomi kongesti ginjal dapat dilihat dari warna korteks dan medulla yang serupa dan bidang sayatan basah yang diikuti dengan adanya darah.
Pada kondisi gagal jantung, darah akan tertahan di dalam pembuluh darah paru-paru. Hal ini memicu terjadinya edema pulmonum dan masuknya eritrosit ke dalam ruang alveol. Edema paru-paru adalah akumulasi cairan ekstravaskular pada intersitial paru-paru dan ruang alveolar. Cairan ini akan menghambat udara masuk ke dalam alveoli. Pada kasus edema yang parah trachea dan bronchus akan terisi oleh banyak cairan berbusa. Busa yang terdapat pada saluran pernafasan tersebut disebabkan oleh proses pencampuran cairan dengan udara. Eritrosit yang masuk ke dalam ruang alveol akan diperlakukan sebagai benda asing dan akan difagosit oleh makrofag paru-paru. Kondisi ini yang menyebabkan terjadinya pneumonia alveolaris. Sehingga pada kondisi gagal jantung kronis umumnya paru-paru akan berwarna setengah kemerahan dengan fokus atau bercak coklat akibat akumulasi hemosiderin. Pneumonia interstitialis biasanya disebabkan oleh adanya infeksi virus.

Pneumonia alveolar adalah peradangan organ paru-paru yang terjadi pada bagian alveolar. Gambaran fisik paru-paru yang mengalami pneumonia alveolar adalah berwarna merah seperti hati dengan konsistensi yang keras dan padat. Pneumonia alveolar ditandai dengan terjadinya infiltrasi cairan pada bagian alveolus. Pengujian yang dilakukan untuk mendiagnosis pneumonia alveolar adalah dengan uji apung. Paru-paru yang menunjukkan pneumonia alveolar akan memberikan hasil negatif yaitu tenggelam pada saat dimasukkan kedalam air. Tenggelamnya paru-paru tersebut disebabkan oleh infiltrasi cairan didalam alveolar yang memiliki berat jenis yang lebih berat dibandingkan berat jenis air. Paru-paru normal berwarna merah muda dan alveolarnya berisi gas, sehingga menyebabkan paru-paru mengapung pada saat diuji apung.
Pneumonia interstisial adalah peradangan organ paru-paru yang terjadi pada bagian dinding alveolar dan interstisial alveolar. Tipe pneumonia ini adalah jenis yang paling sulit untuk didentifikasi dengan cara nekropsi dan pada umumnya membutuhkan cara pemeriksaan mikroskopis. Pneumonia interstisial yang terjadi pada kambing yang dinekropsi menunjukkan warna merah seperti hati dengan konsistensi fisik yang padat. Hasil uji apung pada paru-paru yang mengalami pneumonia interstisialis menunjukkan hasil positif, yaitu mengapung. Paru-paru yang mengalami pneumonia interstisialis, pada bagian alveolarnya berisi gas, tetapi bagian interstisiumnya terisi cairan. Gas yang terdapat didalam alveolar menyebabkan paru-paru mengapung, meskipun bagian interstisialnya terisi cairan. Pneumonia interstisial

Gagal ginjal dapat menyebabkan terjadinya edema umum yaitu ascites dan hydrothorak, termasuk kongesti pembuluh darah yang terjadi di hati dan pankreas. Jika kondisi ini berlangsung dalam kurun waktu yang lama, maka organ yang tersebut tidak mendapatkan nutrisi yang cukup untuk perkembangan dan metabolismenya karena sirkulasi serta suplai darah menjadi terhambat. Dalam darah yang tertahan tersebut mengandung CO2 (karbondioksida) yang seharusnya dikeluarkan, sehingga mengakibatkan terhambat suplai oksigen atau hipoksia. Kondisi hipoksia yang berkelanjutan akan menyebabkan degenerasi sel, sehingga akan mempengaruhi kinerja dan fungsi suatu organ.

Pada pemeriksaan organ limforetikular, limpa mengalami kongesti. Kongesti limpa dapat dilihat dari bidang sayatan basah yang diikuti pengeluaran darah. Kongesti limpa dapat disebabkan karena tekanan pembuluh darah yang sangat tinggi, sehingga menyebabkan gangguan sirkulasi vena dan arteri pada limpa. Hal tersebut mengakibatkan tertahannya darah didalam limpa.

Pada otak ditemukan dilatasi pembuluh darah otak atau disebut sebagai vasa injectio. Vasa injection pada otak merupakan kelain patologis yang menunjukkan terjadinya aktivasi dan dilatasi pembuluh darah otak. Dilatasi yang terjadi dipembuluh darah otak dapat disebabkan oleh emboli ataupun thrombus yang menutupi pembuluh darah sehingga menyebabkan penyumbatan. Penyumbatan pada pembuluh darah otak akan menyebabkan tertahannya aliran darah, sehingga menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Dengan adanya penyumbatan maka akan menyebabkan otak tidak mendapatkan suplai darah yang cukup. Gangguan suplai darah ke otak akan menyebabkan kerusakan sel-sel otak, sehingga dapat mengakibatkan depresi sistem saraf, terutama yang menginervasi organ jantung dan paru-paru. Hal tersebut merupakan dasar penentuan organ otak sebagai atria mortis dari domba tersebut.

Diagnosa kausalis untuk kematian domba adalah karena gagal jantung kiri. Gagal jantung kiri adalah Gagal jantung (heart failure) merupakan sindrom pada keadaan patologi yang ditandai karena keabnormalan dari fungsi jantung yang berperan memompa darah untuk mencukupi kebutuhan metabolisme jaringan tubuh. Sindrom tersebut berupa sesak dan fatique baik saat aktivitas atau istirahat. Saat ini istilah CHF ( Congestive Heart Failure) tidak digunakan lagi melainkan HF ( Heart Failure) karena sering kali tanda-tanda kongestif tak tampak. Secara patologi anatomi, kondisi gagal jantung kiri dapat dilihat dari temuan bekuan darah di lumen jantung kiri. Bekuan darah dilumen jantung kiri mengindikasikan bahwa darah tidak terpompa sempurna karena otot jantung tidak dapat berkontraksi dengan maksimal. Gagal jantung kiri menyebabkan pengumpulan cairan di dalam paru-paru (edema pulmonum. Gangguan yang terjadi pada jantung dan paru-paru akan menyebabkan jaringan tubuh mengalami hipoksia dan kekurangan nutrisi.

Hipoksia, mengakibatkan terjadinya perubahan pada sistem syaraf pusat. Hipoksia akut akan menyebabkan gangguan judgement, inkoordinasi motorik dan sensorik. Kalau keadaan hipoksia berlangsung lama mengakibatkan gejala keletihan, pusing, apatis, gangguan daya konsentrasi, kelambatan waktu reaksi dan penurunan kapasitas kerja. Begitu hipoksia bertambah parah dan mengenai pusat batang otak maka akan menyebabkan kematian.

Atria mortis : Vasa Injectio Otak
Diagnosa Kausalis: Gagal Jantung kiri



Daftar Pustaka

Anonimus. 2008. Hipoksia. http://adeqiblue.wordpress.com/2008/09/20/hipoksia/ [1 Juni 2009]

Carlton WW and McGavin MD. 1995. Thomson’s Special Veterinary Pathology 2nd edition. USA: Mosby-Year Book.

Cokat. 2009. Gagal jantung. http://cokat.multiply.com/journal/item/3 [1 Juni 2009]

Macfarlane PS, Reid R, dan Callander R. 2000. Pathology Illustrated. New York: Churchill Livingstone.

Price SA dan Wilson LM. 1995. Pathophysiology: Clinical Concepts Of Disease Processes. Diterjemahkan Peter Anugrah. Ed ke-6. Jakarta: EGC.

Ressang, A.A. 1983. Patologi Khusus Veteriner. Bali: N. V.

Underwood JCE. 1992. General and Systemic Pathology. New York : Churchill Livingstone.